Rabu, 14 Mei 2025

sejak bayi

 Sejak bayi kecil, Shinta, Wawa, dan Cantiqa selalu menjadi teman bermain yang tak terpisahkan. Mereka tinggal di kampung yang sama, dan rumah mereka hanya berjarak beberapa langkah. Walaupun memiliki kepribadian yang sangat berbeda, ketiganya selalu saling melengkapi dan menjadi satu kesatuan yang kuat.


Shinta, yang pendiam, lebih suka duduk di pojok dan membaca buku. Meskipun jarang berbicara, Shinta selalu mendengarkan dengan penuh perhatian saat teman-temannya bercerita. Matanya yang penuh pengertian membuat orang merasa nyaman dan dihargai.


Wawa, yang ceplas-ceplos, selalu memecah keheningan dengan lelucon dan cerita konyolnya. Wawa tidak pernah takut untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, dan sering kali membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Ia adalah pemecah kebosanan di setiap situasi.


Cantiqa, yang aktif, selalu penuh energi. Ia suka mengajak teman-temannya untuk bermain di luar rumah, ikut lomba lari, atau bahkan mendaki bukit yang ada di dekat kampung mereka. Meski sering kali terburu-buru dan penuh semangat, Cantiqa selalu tahu kapan harus berhenti dan memberi ruang bagi teman-temannya.


Kebersamaan yang Terjalin

Suatu sore, saat mereka berumur 7 tahun, mereka bermain petak umpet di halaman rumah Cantiqa. Shinta yang lebih suka bersembunyi di tempat yang tenang hampir selalu terlewatkan, sementara Wawa yang tidak sabaran sering berlari keliling tanpa peduli, dan Cantiqa yang lincah selalu jadi yang pertama menemui teman yang bersembunyi.


Pada suatu hari, Cantiqa mengajak mereka untuk mengikuti lomba lari antar kampung. Wawa langsung semangat dan mulai mempersiapkan dirinya dengan latihan. Shinta, yang lebih suka duduk tenang, sempat ragu untuk ikut. Namun, dengan dukungan Wawa yang ceplas-ceplos dan Cantiqa yang terus memberi semangat, akhirnya Shinta setuju untuk ikut.


Pada hari perlombaan, Shinta tidak menjadi juara pertama atau kedua, tetapi ia merasa bangga bisa berpartisipasi. Wawa yang juara pertama, Cantiqa juara kedua, dan Shinta merasa senang melihat mereka berdua bahagia. Itu bukan soal menang atau kalah, tapi kebersamaan yang mereka rasakan.


Momen Tak Terlupakan

Saat mereka duduk bersama di bawah pohon besar, setelah bermain seharian, Cantiqa berkata dengan senyum lebar:


“Kita itu seperti tim, saling melengkapi. Kalo aku nggak bisa lari, Wawa yang cepet, dan Shinta yang paling sabar.”


Shinta yang jarang berbicara hanya tersenyum dan mengangguk. Terkadang, tidak perlu banyak kata untuk menunjukkan betapa berharganya persahabatan. Wawa menambahkan, dengan tawa khasnya:


“Iya, kita ini kayak kombo super, ada yang cepat, ada yang sabar, dan ada yang selalu bikin konyol! Tapi tanpa kita bertiga, pasti nggak seru!”


Mereka tertawa bersama, dan momen itu terpatri dalam ingatan mereka selamanya—betapa perbedaan bisa menjadi kekuatan, dan persahabatan yang baik adalah tentang saling mendukung, tanpa peduli seberapa berbeda pun mereka.


Kebersamaan yang Tak Pernah Pudar

Saat beranjak remaja, mereka tetap menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Meskipun masing-masing mulai sibuk dengan kegiatan pribadi, mereka selalu meluangkan waktu untuk bertemu dan mengingat kembali masa kecil mereka. Shinta, Wawa, dan Cantiqa tahu bahwa meskipun dunia berubah, persahabatan mereka tetap akan abadi.


Pelajaran dari mereka: Terkadang, perbedaan kepribadian bukanlah penghalang, melainkan justru menjadi kekuatan yang membuat persahabatan semakin indah. Ketiganya mengajarkan bahwa persahabatan sejati adalah tentang menerima dan mendukung satu sama lain, apapun kekurangan atau kelebihan yang dimiliki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ujian sekolah

 Hari ini adalah hari yang sangat penting bagi Shinta dan Sherly, dua siswi kelas 3 MTs Jaya Bakti. Mereka telah menunggu hari ini selama be...